Pages

Rabu, 05 Februari 2014

Hukum Pidana dan Perdata


TUGAS PKn
Hukum Pidana dan Hukum Perdata









Oleh :
Fauzan Amany Rafa
X Sosial 1
10
GHS
I.                 Tindak Pidana
Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.[1]  Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau kejadiaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.  Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.;/span>
Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari ”perbuatan” tapi “tindak “ tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang . Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasal sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata perbuatan.
Contoh: U.U no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum (pasal 127, 129 dan lain-lain.[2]
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunyaasas-asas hukum pidana di indonesia memberikan definisi “ tindak pidana”atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict.
Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.[3]
Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi, S.H menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keragaman pendapat.[4]
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah:
1.      Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita  menggunakan istilah ini.
2.      Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya, Mr. R. Tresna dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana.Dan para ahli hukum lainnya.
3.      Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Drs. E. Utrect, S.H.
4.      Pelanggaran Pidana, dijumpai dibeberapa buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh Mr. M.H Tirtaamidjaja.
5.      Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”.
6.      Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang-undang dalam UUD No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan bahan peledak (baca pasal 3).
7.      Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau.[5]

Contoh Kasus Tindak Pidana

Putusan Pengadilan Negeri Medan, no. 3464/Pid.B/2006/PN.MDN, tanggal 4 Oktober 2006; putusan Pengadilan Tinggi Medan, no. 440/Pid/2006/PT. Mdn. tanggal 4 Desember 2006; dan putusan Mahkamah Agung, no. 705 K/Pid/2007, tanggal 24 April 2007
Kasus Unggul Nicanor Siahaan: Pemukulan Terhadap Isteri Dihukum 2 Tahun
Terdakwa Nicanor melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap isterinya Riama Fransiska Boru Manik hanya karena masalah sepele. Terdakwa kehilangan uang Rp. 100.000,- dan menuduh isterinya yang mengambil. Merasa tidak pernah mengambil uang dimaksud, Isteri membantah sehingga timbul pertengkaran. Terdakwa merasa jengkel lalu memukul mata kiri dan pelipis sebelah kiri isteri, sehingga ia merintih kesakitan. Terdakwa terus mendesak supaya isteri mengaku, yang memaksanya mengeluarkan kata-kata menyakitkan terdakwa: ”Enggak ada, kalau kau terus menuduh saya, besok saya ganti sama tanah perkuburanmu”. Mendengar kalimat tersebut, terdakwa melakukan aksi kekerasan berikutnya dengan cara menumbuk bagian lengan tangan sebelah kiri dan kanan. Perbuatan itu menyebabkan isteri yang menjadi saksi korban menderita kesakitan, karena pelipis, mata, dan lengan  sebelah kiri bengkak, yang seluruhnya dinyatakan dalam visum et repertum oleh Dr. Donny Mega Surya dari RSU Sarah Medan.
Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa melakukan:
-  pidana kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU No.23 tahun2004;[1] dan
-  tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 356 ke-1e KUHP
[2]
Atas dasar dakwaan tersebut, terdakwa dituntut hukuman pidana 2 (dua) tahun penjara dan dibebani biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-
Pengadilan Negeri Medan  menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan (Nicanor) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”tindak pidana penganiayaan” terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua tahun). Putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan, dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ”perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya”, dan oleh karena itu menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi Medan, dengan pertimbangan bahwa penjatuhan pidana terhadap terdakwa dirasa terlalu ringan dan tidak setimpal dengan perbuatannya. Selain itu terdakwa terlalu merendahkan martabat perempuan, yang seharusnya sebagai suami dapat menjaga dan mengangkat derajat dan martabat seorang perempuan selaku isterinya.
Dalam memori kasasinya kepada Mahkamah Agung, terdakwa menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri tidak menerapkan hukum acara pidana, karena mengabaikan hak-hak terdakwa untuk didampingi penasehat hukum, melarang menghadirkan saksi-saksi terdakwa, keterangan saksi saling bertentangan, fakta hukum di persidangan tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama. Mengenai pertimbangan hakim tingkat banding, terdakwa menyatakan antara lain bahwa saksi korban (isteri)lah yang justeru melakukan penganiayaan terhadap terdakwa dengan cara menggigit sebelah kiri dan memukul pakai alu, namun terdakwa tidak membuat pengaduan, sehingga kini masih berbekas di tangan terdakwa.

Tindakan saksi korban itu tidak terungkap di Pengadilan Negeri Medan, sehingga terdapat adanya manipulasi fakta. Putusan Pengadilan Tinggi Medan tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya menuntut hukuman 2 (dua) tahun penjara, sehingga putusan tersebut dianggap tanpa pertimbangan dan dasar hukum yang jelas. Selain itu, terdakwa keberatan dengan pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi, karena terdakwa melakukan tindak pidana yang merendahkan wanita tidak dikuatkan dengan bukti-bukti dan saksi-saksi, sehingga haruslah ditolak.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan kasasi yang diajukan pemohon terdapat cukup alasan untuk dikabulkan, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Medan harus dibatalkan. Dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan  yang dianggap sudah tepat, dan pertimbangannya diambil alih oleh Mahkamah Agung, dan dengan mengadili sendiri Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi pemohon kasasi/terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi, dengan menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.




II.            Tindak Perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon(common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

# Contoh 1
A menitipkan lukisan pada B selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari 2011. B setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, lukisan dijual B pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10 Januari 2011 B mengembalikan lukisan itu dengan lukisan lain yang harganya separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah A tetap menerima lukisan itu setelah B berjanji akan memberikan lukisan pengganti yang asli seminggu kemudian. Ternyata seminggu kemudian B tidak juga memberikan lukisan pengganti. Pada saat awal ketika B menjual lukisan tersebut telah terjadi tindak pidana, tetapi ketika A menerima cicilan atau barang pengganti dari B, maka kasus ini termasuk ke dalam kasus perdata.


# Contoh 2
Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gosip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid gosip tersebut ke polisi bahwa tabloid gosip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gosip tersebut termasuk dalam kasus perdata


# Contoh 3
Toko A menjual kayu jati kepada perusahaan B dan pembayaran atas pembelian kayu jati tersebut menggunakan sistem tempo 15 hari kemudian. Suatu hari setelah toko A mengirim kayu jati ke perusahaan B dan berniat menagih 15 hari kemudian baru diketahui bahwa perusahaan B dalam proses pailit. Khawatir bila tagihan atas kayu jati tidak terbayar, maka toko A melaporkan perusahaan B ke polisi sambil membawa bukti-bukti pengiriman dan pembeliatan atas kayu jati tersebut. Laporan toko A terhadap perusahaan B merupakan laporan kasus perdata, bukan pidana


# Contoh 4
A berhutang kepada B sejumlah 10 Juta dan A membayar hutangnya dengan menggunakan Bilyet Giro yang terbagi dalam 4 lembar Bilyet Giro. Selama proses pencairan bilyet giro tersebut ternyata ada 1 lembar bilyet giro yang tidak bisa dicairkan karena saldo di rekening giro A tidak cukup. Sisa hutang tersebut tidak terbayar selama berbulan-bulan sampai akhirnya terjadi kesepakatan antara A dan B bahwa A akan melakukan penyicilan pembayaran atas sisa hutangnya tersebut. Seiring berjalannya waktu ternyata A hanya bisa menyicil separo dari sisa hutangnya dan kemudian B melaporkan A kepada polisi. Kasus ini termasuk kasus perdata karena B telah menerima cicilan dari A dan telah terjadi esepakatan antara A dan B tentang mekanisme penyicilan sisa hutang


# Contoh 5
Bapak A mempunyai 3 orang anak, yaitu B, C, dan D. Sebelum meninggal, Bapak A telah menulis surat wasiat yang ditujukan untuk ketiga anaknya tersebut. Dalam surat wasiat tersebut menyebutkan bagian warisan untuk masing-masing anaknya. Sebulan setelah Bapak A meninggal terjadi selisih pendapat antara masing-masing anaknya tersebut hingga menyebabkan perselisihan dalam pembagian harta warisan. Karena ada yang tidak terima, maka salah satu anak Bapak A melaporkan 2 saudara lainnya ke polisi. Laporan yang diberikan kepada polisi merupakan laporan atas kasus perdata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar