TUGAS
PKn
Hukum
Pidana dan Hukum Perdata
Oleh
:
Fauzan Amany
Rafa
X Sosial 1
10
GHS
I.
Tindak
Pidana
Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu,
bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.[1] Dapat
juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan
hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa
larangan ditunjukkan kepada perbuataan, (yaitu suatu keadaan atau kejadiaan
yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan
kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan
ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kajadian dan orang
yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Dan justru untuk
menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu
suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit: pertama,
adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang
menimbulkan kejadian itu.;/span>
Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”.
Istilah ini, karena timbulnya dari pihak kementrian kehakiman, sering dipakai
dalam perundang-undanagan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek dari ”perbuatan”
tapi “tindak “ tidak menunjukkan pada suatu yang abstrak seperti perbuatan,
tapi hanya menyatakan perbuatan konkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa
dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-gerik atau
sikap jasmani seseorang . Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal,
maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam
pasal-pasal sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai pula kata
perbuatan.
Contoh: U.U no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum (pasal 127, 129 dan
lain-lain.[2]
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunyaasas-asas hukum
pidana di indonesia memberikan definisi “ tindak pidana”atau dalam bahasa
Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam
Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di
indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict.
Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum
pidana. Dan, pelaku ini dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.[3]
Sedangkan dalam buku Pelajaran Hukum Pidana karya Drs. Adami Chazawi, S.H
menyatakan bahwa istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal
dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit “, tetapi tidak ada penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum
berusaha memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum
ada keragaman pendapat.[4]
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang
ada maupun dari berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah
strafbaar feit adalah:
1. Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan
pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan
kita menggunakan istilah ini.
2. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa
ahli hukum misalnya, Mr. R. Tresna dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana.Dan
para ahli hukum lainnya.
3. Delik, berasal dari bahasa latin “delictum”
digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah
ini dapat dijumpai di beberapa literatur, misalnya Drs. E. Utrect, S.H.
4. Pelanggaran Pidana, dijumpai dibeberapa buku
pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh Mr. M.H Tirtaamidjaja.
5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini
digunakan oleh Mr. Karni dalam bukunya”Ringkasan tentang Hukum Pidana”.
6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam
pembentukan undang-undang dalam UUD No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan
bahan peledak (baca pasal 3).
7. Perbuatan
Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatnomdalam beberapa tulisan beliau.[5]
Contoh Kasus Tindak Pidana
Putusan
Pengadilan Negeri Medan, no. 3464/Pid.B/2006/PN.MDN, tanggal 4 Oktober 2006;
putusan Pengadilan Tinggi Medan, no. 440/Pid/2006/PT. Mdn. tanggal 4 Desember
2006; dan putusan Mahkamah Agung, no. 705 K/Pid/2007, tanggal 24 April 2007
Kasus Unggul Nicanor Siahaan:
Pemukulan Terhadap Isteri Dihukum 2 Tahun
Terdakwa
Nicanor melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap isterinya Riama Fransiska
Boru Manik hanya karena masalah sepele. Terdakwa kehilangan uang Rp. 100.000,-
dan menuduh isterinya yang mengambil. Merasa tidak pernah mengambil uang
dimaksud, Isteri membantah sehingga timbul pertengkaran. Terdakwa merasa
jengkel lalu memukul mata kiri dan pelipis sebelah kiri isteri, sehingga ia
merintih kesakitan. Terdakwa terus mendesak supaya isteri mengaku, yang
memaksanya mengeluarkan kata-kata menyakitkan terdakwa: ”Enggak ada, kalau kau
terus menuduh saya, besok saya ganti sama tanah perkuburanmu”. Mendengar
kalimat tersebut, terdakwa melakukan aksi kekerasan berikutnya dengan cara
menumbuk bagian lengan tangan sebelah kiri dan kanan. Perbuatan itu menyebabkan
isteri yang menjadi saksi korban menderita kesakitan, karena pelipis, mata, dan
lengan sebelah kiri bengkak, yang seluruhnya dinyatakan dalam visum et
repertum oleh Dr. Donny Mega Surya dari RSU Sarah Medan.
Jaksa
Penuntut Umum menuntut terdakwa melakukan:
- pidana
kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU
No.23 tahun2004;[1] dan
- tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 356 ke-1e KUHP[2]
Atas
dasar dakwaan tersebut, terdakwa dituntut hukuman pidana 2 (dua) tahun penjara
dan dibebani biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-
Pengadilan
Negeri Medan menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan (Nicanor)
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan ”tindak pidana
penganiayaan” terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara
selama 2 (dua tahun). Putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan,
dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana ”perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya”, dan
oleh karena itu menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2
(dua) tahun 6 (enam) bulan. Hukuman itu diperberat oleh
Pengadilan Tinggi Medan, dengan pertimbangan bahwa penjatuhan pidana terhadap
terdakwa dirasa terlalu ringan dan tidak setimpal dengan perbuatannya. Selain
itu terdakwa terlalu merendahkan martabat perempuan, yang seharusnya sebagai
suami dapat menjaga dan mengangkat derajat dan martabat seorang perempuan
selaku isterinya.
Dalam
memori kasasinya kepada Mahkamah Agung, terdakwa menyatakan bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Negeri tidak menerapkan hukum acara pidana, karena mengabaikan
hak-hak terdakwa untuk didampingi penasehat hukum, melarang menghadirkan
saksi-saksi terdakwa, keterangan saksi saling bertentangan, fakta hukum di
persidangan tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama. Mengenai
pertimbangan hakim tingkat banding, terdakwa menyatakan antara lain bahwa saksi
korban (isteri)lah yang justeru melakukan penganiayaan terhadap terdakwa dengan
cara menggigit sebelah kiri dan memukul pakai alu, namun terdakwa tidak membuat
pengaduan, sehingga kini masih berbekas di tangan terdakwa.
Tindakan saksi korban itu tidak terungkap di Pengadilan Negeri Medan, sehingga
terdapat adanya manipulasi fakta. Putusan Pengadilan Tinggi Medan tidak sesuai
dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya menuntut hukuman 2 (dua) tahun
penjara, sehingga putusan tersebut dianggap tanpa pertimbangan dan dasar hukum
yang jelas. Selain itu, terdakwa keberatan dengan pertimbangan Hakim Pengadilan
Tinggi, karena terdakwa melakukan tindak pidana yang merendahkan wanita tidak
dikuatkan dengan bukti-bukti dan saksi-saksi, sehingga haruslah ditolak.
Mahkamah
Agung berpendapat bahwa permohonan kasasi yang diajukan pemohon terdapat cukup
alasan untuk dikabulkan, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Medan harus
dibatalkan. Dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan yang
dianggap sudah tepat, dan pertimbangannya diambil alih oleh Mahkamah Agung, dan
dengan mengadili sendiri Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi pemohon
kasasi/terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi, dengan menyatakan
terdakwa Unggul Vicanor Siahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana penganiayaan terhadap isterinya, dan menjatuhkan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun.
II.
Tindak
Perdata
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak
dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal pembagian
hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon(common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.
# Contoh 1
A menitipkan lukisan pada B selama 1 bulan dan
akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari 2011. B setuju akan perjanjian
itu. Ternyata seminggu setelah itu, lukisan dijual B pada pihak lain. Pada saat
tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10 Januari 2011 B mengembalikan lukisan
itu dengan lukisan lain yang harganya separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah
A tetap menerima lukisan itu setelah B berjanji akan memberikan lukisan
pengganti yang asli seminggu kemudian. Ternyata seminggu kemudian B tidak juga
memberikan lukisan pengganti. Pada saat awal ketika B menjual lukisan tersebut
telah terjadi tindak pidana, tetapi ketika A menerima cicilan atau barang
pengganti dari B, maka kasus ini termasuk ke dalam kasus perdata.
# Contoh 2
Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan
di Tabloid gosip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar dan
pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid
gosip tersebut ke polisi bahwa tabloid gosip tersebut telah melakukan
pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap artis A. Maka
kasus antara artis A dan tabloid gosip tersebut termasuk dalam kasus perdata
# Contoh 3
Toko A menjual kayu jati kepada perusahaan B dan
pembayaran atas pembelian kayu jati tersebut menggunakan sistem tempo 15 hari
kemudian. Suatu hari setelah toko A mengirim kayu jati ke perusahaan B dan
berniat menagih 15 hari kemudian baru diketahui bahwa perusahaan B dalam proses
pailit. Khawatir bila tagihan atas kayu jati tidak terbayar, maka toko A melaporkan
perusahaan B ke polisi sambil membawa bukti-bukti pengiriman dan pembeliatan
atas kayu jati tersebut. Laporan toko A terhadap perusahaan B merupakan laporan
kasus perdata, bukan pidana
# Contoh 4
A berhutang kepada B sejumlah 10 Juta dan A
membayar hutangnya dengan menggunakan Bilyet Giro yang terbagi dalam 4 lembar
Bilyet Giro. Selama proses pencairan bilyet giro tersebut ternyata ada 1 lembar
bilyet giro yang tidak bisa dicairkan karena saldo di rekening giro A tidak
cukup. Sisa hutang tersebut tidak terbayar selama berbulan-bulan sampai
akhirnya terjadi kesepakatan antara A dan B bahwa A akan melakukan penyicilan
pembayaran atas sisa hutangnya tersebut. Seiring berjalannya waktu ternyata A
hanya bisa menyicil separo dari sisa hutangnya dan kemudian B melaporkan A
kepada polisi. Kasus ini termasuk kasus perdata karena B telah menerima cicilan
dari A dan telah terjadi esepakatan antara A dan B tentang mekanisme penyicilan
sisa hutang
# Contoh 5
Bapak A mempunyai 3 orang anak, yaitu B, C, dan D.
Sebelum meninggal, Bapak A telah menulis surat wasiat yang ditujukan untuk
ketiga anaknya tersebut. Dalam surat wasiat tersebut menyebutkan bagian warisan
untuk masing-masing anaknya. Sebulan setelah Bapak A meninggal terjadi selisih
pendapat antara masing-masing anaknya tersebut hingga menyebabkan perselisihan
dalam pembagian harta warisan. Karena ada yang tidak terima, maka salah satu
anak Bapak A melaporkan 2 saudara lainnya ke polisi. Laporan yang diberikan
kepada polisi merupakan laporan atas kasus perdata.